Tuesday, July 26, 2005

Quote of the Week: President Reagan

For while we make a living by what we get, we make a life by what we give

Tuesday, July 12, 2005

IFS Series#1:"Learning, Earning, Giving"

Iwan F.Salim


Email: Iwanfuadsalim@yahoo.com

(artikel ini dimuat di Republika Minggu, 14 Agustus 2005)


Seorang bekas atasan saya baru-baru ini mengambil keputusan yang mengejutkan. Setelah bekerja selama 25 tahun di perusahaan yang sama akhirnya ia mengambil keputusan untuk mengundurkan diri. Posisi nya terakhir adalah sebagai Vice President. Saya pribadi cukup dekat dengannya, karena ketika saya masuk ke perusahaan ini, ia adalah atasan saya yang pertama. Biarpun kami berbeda nationality dan latar belakang pendidikan, namun saya merasa dia adalah salah satu atasan saya yang merupakan manager , leader dan mentor yang baik.

Setelah saya berhasil mengatasi rasa keterkejutan saya, saya telefon dia dan saya tanya mengapa dia akhirnya resign. Kepada saya ia mengatakan bahwa ia telah mencapai tujuan hidupnya yang ia inginkan. Selain itu, perusahaan tidak lagi dapat memberikan pekerjaan yang menurutnya memberikan tantangan yang cukup. Saya terkesan sekali dengan bagaimana ia membagi perjalanan hidupnya selama 50 tahun menjadi tiga 'fase'.

  1. Learning : Fase pertama ini adalah fase ketika ia berumur 25 tahunan. Seperti namanya, maka fase ini adalah fase dimana ia belajar dari bangku sekolah dasar sampai di bangku perguruan tinggi. Mantan atasan saya ini pada usia 25 tahun sudah berhasil meraih gelar Doktor di bidang kimia. Tetapi di masa learning, ia tidak hanya belajar hard skills tapi juga soft skills. Di masa-masa ini , ia belajar pengetahuan dan keterampilan dalam berorganisasi, memahami pendapat orang lain, dan skills lain yang akan diperlukannya kelak, baik di dunia pekerjaan maupun di dunia sosial. Di masa-masa ini sedikit sekali pendapatan moneter yang diperolehnya. Ia mengeluarkan uang yang besar untuk mendapat pendidikan yang terbaik yang dapat diperolehnya.
  2. Earning: Setelah lewat dengan fase pembelajaran, maka fase berikutnya adalah fase memperoleh pendapatan. Biasanya fase ini mulai dari umur 25 tahun hingga umur 50 tahun. Fase ini merupakan fase terpanjang dari kehidupan seseorang. Fase ini sama dengan masa kerja seorang usia produktif. Dalam masa earning ini ia mulai berpacaran, menikah, memiliki anak dan mengumpulkan aset. Ia berhasil mendapatkan beberapa pekerjaan di luar negeri yang berarti remunerasi yang didapatkan jauh lebih baik dibanding jika ia bekerja di dalam negeri. Dari tabungan yang dikumpulkannya, ia mulai membeli aset-aset produktif seperti instrumen keuangan dan properti. Ia membeli flat (apartment) kecil di kotanya dan disewakannya. Ia juga memiliki beberapa properti lain seperti rumah. Semua properti ini menghasilkan pendapatan karena ia berada di luar negeri selama kurang lebih 15 tahun. Jika anda menggunakan strategi yang baik dan anda jeli melihat peluang pasar, maka anda dapat mencapai financial freedom antara usia 25 hingga 5o tahun.
  3. Giving : Setelah usia 50 tahun, ia sudah tidak mempunyai tanggungan yang banyak lagi. Anak-anaknya sudah berumur 20-25 tahun. Mereka sudah menikmati tabungan pendidikan yang ia isikan tiap bulan ketika ia berada dalam fase Earning di atas. Untuk dirinya dan pasangannya, ia sedang menikmati tabungan 'hari tua' dari hasil sewa propertinya dan hasil reksadana saham yang dibelinya 25 tahun yang lalu. Dari perusahaannya, ia juga tinggal menikmati dana pensiun yang jumlahnya cukup untuk anda menikmati hari tua misalnya dengan berjalan-jalan keliling dunia bersama pasangannya. Tapi apa ia hanya menikmati hidup saja ? Dalam fase ini, Ia telah mencapai financial freedom dan karena itu ia merasa sudah 'cukup' untuk bekerja. Tujuan hidupnya telah tercapai. Karena itu ia memutuskan untuk melakukan sesuatu yang sama sekali berbeda. Ia memutuskan untuk resign dan menjadi freelance instructor untuk leadership courses dan juga menjadi professional mountaineer di kota kelahirannya di Skotlandia. Seperti yang ia katakan pada saya, "Saya ingin memberikan kontribusi kepada masyarakat. Saya ingin menshare pengetahuan yang saya peroleh selama ini untuk memajukan masyarakat sekitar saya".

Saya salut atas wisdom dan integrity dari bekas atasan saya ini. Tapi saya paling salut atas pola pikirnya yang masih sempat ingin membaktikan dirinya pada komunitas masyarakat tempat ia berada. Hari-hari nya saat ini ia habiskan dengan memberikan pelatihan kepemimpinan Boy Scouts (semacam pramuka). Selama satu bulan ia habiskan dengan belajar menjadi pendaki gunung professional, jadi ia bisa menikmati indahnya alam di hari tua nya.

Mudah-mudahan ada yang bisa kita tiru dari cerita di atas. Di tengah kesibukan kita sehari-hari bekerja, kita masih sempat membuat rencana untuk membahagiakan tidak hanya keluarga , tapi juga komunitas masyarakat tempat kita tinggal.

Semoga.

Penulis adalah seorang profesional pada sebuah perusahaan minyak multinasional dan pernah bekerja di luar negeri pada beberapa negara Alumni FEUI ini kini menempuh pendidikan pascasarjana di fakultas yang sama.

All Rights Reserved. Copyrights(c) 2005.

Monday, July 11, 2005

Quote of the Week:Robert Kennedy


"This world demands the qualities of youth: not a time of life but a state of mind; a temper of the will;a quality of imagination; a predominance of courage over timidity; of the appetite for adventure over the life of ease. Few will have the greatness to bend history; but each of us can work to change a small portion of the events, and in the total of all these acts will be written the history of this generation. Each time a man stands up for an ideal, or acts to improve the lot of others, or strikes out against injustice, he sends forth a tiny ripple of hope, and crossing each other from a million different centers of energy and daring those ripples build a current which can sweep down the mightiest walls of oppression and resistance".

Senator Robert F.Kennedy
June 6th, 1966
Day of Affirmation Address, South Africa.

Wednesday, July 06, 2005

Quote of the Week:Tennyson


Come my friends, ‘tis not too late to seek a newer world. Tennyson (Ulysses)

Human Resources Series#3 "Kaderisasi Pemimpin"


oleh Iwan F. Salim

Bayangkan perusahaan anda tiba tiba mengalami krisis kepemimpinan, ketika sang presdir tiba tiba dianggap tidak layak memimpin perusahaan lagi karena berbagai sebab. Misalnya saja ia terlibat skandal kredit macet sehingga harus dijebloskan ke penjara. Siapa yang harus menggantikan ? Apakah diambil dari internal perusahaan ? Atau anda harus buru buru angkat telefon dan menghubungi headhunter executive search?

Asumsikan saja anda sebagai HR Director diminta pendapat oleh anggota direksi yang lain dan mereka mengamini ketika anda mengusulkan agar pengganti diambil dari dalam. Kini tugas anda lah merekomendasikan beberapa senior executives yang anda lihat layak menjadi presdir yang baru.

Dalam realitanya, skenario di atas mungkin tidak terlalu sering terjadi. Nyatanya sudah ada deal deal politik tertentu antara faksi faksi yang berkepentingan untuk menggolkan jagonya masing masing. Tetapi apakah anda sebagai pemimpin perusahaan sudah mengkader pemimpin pemimpin generasi berikutnya?

Di perusahaan tempat saya bekerja, kaderisasi dilakukan dengan beberapa cara, misalnya shadowing eksekutif senior, career planning, dan beberapa cara lain. Diantaranya adalah dengan mendirikan sebuah unit khusus business development consultancy. Unit ini adalah sebuah global organization yang memiliki criteria seleksi yang cukup ketat. Staff yang diterima harus melalui proses seleksi case study mengenai business strategy yang harus direkomendasikan kepada seorang country manager. Data yang diberikan adalah laporan keuangan, laporan market intelligence, guntingan koran, laporan marketing dan beberapa informasi lainnya. Calon consultant diberikan waktu 30 menit untuk membaca keseluruhan data ini dan diminta memberikan presentasi singkat kepada consultancy manager. Kemudian ia akan di interview oleh seorang consultancy manager lain yang akan menentukan apakah staff tersebut dapat diterima atau tidak.

Unit ini terkenal hanya akan menerima staff yang diidentifikasi memiliki potensi menduduki posisi puncak dalam beberapa tahun kedepan. Selama bekerja di unit ini, para kader pemimpin diberikan assignment berupa masalah yang dihadapi perusahaan kami dan diminta bekerja sebagai management consultant dan memberikan rekomendasi penyelesaian masalah kepada board of directors yang berkedudukan di London.

Masalah yang dihadapi berskala global dan biasanya berupa review atas business unit yang sedang merugi, atau rencana untuk membuka operations di negara baru dan masalah-masalah lainnya.

Unit ini terdiri dari sekitar 50 orang konsultan dan dipimpin oleh seorang vice president. Konsultan-konsultan ini berasal dari berbagai latar belakang dan sering disebut sebagai mini united nations karena terdiri dari bangsa-bangsa di seluruh dunia. Unit ini sangat menarik sekali untuk masuk karena project-project yang harus dikerjakan tidak harus berlokasi di London, tapi bisa berlokasi di banyak tempat. Hampir tidak ada benua di dunia dimana para konsultan ini belum bekerja, kecuali mungkin Kutub Utara dan Kutub Selatan !

Skills apa atau knowledge apa yang diperoleh dalam melaksanakan project-project di atas sehingga unit business development ini dianggap sebgai tepat dijadikan kawah candradimuka bagi pemimpin - pemimpin masa depan di perusahaan kami ? Nah dengan melaksanakan project-project diatas, skill yang pertama adalah melihat perusahaan atau suatu business unit tertentu sewcara strategic, atau yang populer dengan 'having a helicopter view'. Skills berikutnya adalah stakeholder engagement alias mengadakan komunikasi atau diskusi dengan para stakeholder yang mayoritas adalah senior management di masing masing business atau negara yang bersangkutan.

Di tulisan berikutnya saya akan membagi pengalaman tentang bagaimana kedua skills diatas berguna untuk bekal seorang kader pemimpin organisasi.

Iwan Salim, seorang professional pada perusahaan minyak multinasional yang pernah beberapa kali bekerja di luar negeri pada beberapa negara. Ia juga mahasiswa pada Program Pascasarjana Ilmu Manajemen, FEUI.

All Rights Reserved. Copyrights (c) Iwan Salim 2005

Tuesday, July 05, 2005

Human Resources Series#2 "Menghadapi Atasan Berkebangsaaan Asing"

Oleh Iwan Salim


Ketika saya baru masuk kerja sepuluh tahun yang lalu di sebuah perusahaan minyak multinasional, atasan saya adalah orang Skotlandia. Sejak itu saya memilki atasan orang Indonesia, orang Malaysia, orang Wales, orang Inggris dan orang Belanda. Pasti anda juga pernah mengalami kondisi ini dimana anda pernah memiliki atasan yang bukan orang Indonesia dan mungkin juga anda pernah mengalami masalah-masalah yang timbul karena perbedaan budaya dan perbedaan latar belakang.

Mungkin seperti juga yang saya alami, anda pernah beberapa kali mengalami masalah dengan atasan-atasan Asing ini. Baik dari cara mengemukakan pendapat, cara berargumentasi, etika dalam rapat, diskusi-diskusi di luar kantor, dan beberapa kondisi lainnya. Logisnya dengan semakin lama kita bekerja maka kita akan semakin tahu bagaimana menghadapi atasan dengan berbagai macam budaya. Sayangnya seperti kita juga ketahui, cara menghadapi atasan dari Inggris belum tentu bias diterapkan untuk atasan dari Belanda, walaupun mereka berusia sama dan memegang posisi yang sama. Setiap kali ada atasan baru kita harus belajar lagi budaya bekerja atasan baru tadi.

Sayangnya hal ini sukar dihindari. Kita sama-sama tahu bahwa semakin banyak perusahaan yang beroperasi di Indonesia merupakan perusahaan yang dimiliki asing. Karenanya pasti ada tenaga kerja yang tidak berkewarganegaraan Indonesia. Mereka umumnya menempati posisi manajerial dan memiliki staff berkebangsaan Indonesia. Kadang-kadang bentrokan antara budaya Indonesia dan budaya asing menimbulkan masalah di dalam kantor.

Tulisan berikut ini akan mencoba menyediakan beberapa tips-tips praktis.

1. Jangan takut untuk berbeda pendapat.

Terutama jika atasan anda orang Barat, jangan merasa sungkan atau risi untuk berbeda pendapat. Ingat bahwa budaya Barat lebih menghargai perbedaan pendapat dan diskusi dibanding budaya Timur. Dari sudut pandang budaya Barat , orang yang tidak mengemukakan pendapat (baik pendapat yang sama maupun berbeda) dianggap tidak tahu apa-apa.

Dalam kehidupan kantor, atasan Asing akan menghargai orang yang sering mengemukakan pendapatnya dibanding staff yang diam-diam saja. Karena itu jangan heran jika rekan anda yang sering 'ngomong' lebih cepat maju karirnya dibanding Anda yang lebih hemat dengan kata-kata.
Anda pasti pernah punya atasan yang tidak begitu menguasai masalah, atau ‘Expat tidak selalu lebih pandai dibanding orang Indonesia’. Anda sebagai orang Indonesia pasti lebih menguasai masalah dan harus berani mengemukakan pendapat anda kepada atasan. Jika anda berhasil meyakinkan atasan bahwa pendapatnya salah dan pendapat anda yang benar maka atasan anda akan ‘selamat’ karena tidak mengambil keputusan yang keliru. Akhirnya atasan anda akan ingat ‘jasa’ anda ini, dan anda akan menjadi orang kepercayaannya.

Tapi karena atasan Asing anda juga akan melihat kualitas dari materi yang dibicarakan, maka ingat juga bahwa anda jangan Asbun alias Asal Bunyi.

Satu hal yang agak sukar dipelajari mungkin bukan memiliki pendapat yang berbeda, tapi bagaimana mengemukakan pendapat tersebut tanpa menyinggung perasaan atasan. Untuk hal ini memang tidak ada solusi yang berlaku untuk semua situasi. Ingat saja bahwa beberapa atasan lebih suka jika ia tidak ‘dipermalukan’ di depan umum , tetapi ada juga atasan yang tidak keberatan jika anda memprotes pendapatnya di muka anak buahnya yang lain. Jika anda ingin berbeda pendapat, ada baiknya ada coba dulu dengan mengirim e-mail , sehingga anda dapat memilih kata-kata bahasa Inggris yang tepat. Berikan waktu kepada atasan anda untuk mengolah alasan anda dan menerima pendapat anda. Kemudian baru anda telefon atau bertemu langsung dengan atasan anda. Pada saat pertemuan face to face ini baik atasan anda maupun anda sendiri tidak lagi berbicara mengenai detail , tetapi lebih kepada masalah-masalah prinsipil.

2. Kalau tidak tahu, nyatakan.

Sebenarnya tip di atas berlaku untuk anda yang memiliki atasan orang Indonesia maupun yang memiliki atasan orang Asing. Namun demikian, lagi-lagi karena masalah budaya yang berbeda, maka jangan ragu ragu menyatakan ketidaktahuan kita dan bertanya kepada atasan jika kita tidak tahu maksud perintah sang atasan.

Sang atasan pasti merasa senang jika anda menanyakan sesuatu kepadanya karena ia merasa bahwa anda mendengarkan kata-katanya. Sebaliknya ia akan merasa heran jika Anda salah mengerjakan tugas, karena saebelumnya Anda tidak pernah bertanya sama sekali (sekali lagi, dalam pikiran mereka, jika tidak ada pertanyaan pasti Anda sudah mengerti!).
Yang harus kita hindari adalah ekpektasi atasan yang tidak tepat. Karena anda tidak pernah mengatakan bahwa anda tidak tahu mengenai pekerjaan yang harus anda lakukan, maka atasan anda menganggap bahwa anda mampu melaksanakan tugas tersebut sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan. Jadi kalau ternyata nantinya anda tidak mampu, maka ia tidak percaya dengan alasan anda.

Memang lebih baik nyatakan saja jika anda tidak tahu. Dengan cara ini maka atasan anda dapat memberikan penjelasan yang lebih teliti atau memerintahkan kolega anda untuk mengajarkan hal tersebut kepada anda.

Saya ingat pengalaman saya beberapa waktu yang lalu. Saya dipindahkan menjadi account manager untuk perusahaan IT, padahal latar belakang pendidikan saya adalah sarjana ekonomi. Hal yang pertama saya lakukan adalah mengingatkan atasan saya bahwa saya bukan orang dengan latar belakang IT. Karena saya ingatkan hal ini maka atasan saya langsung memerintahkan kolega saya untuk ‘membimbing’ saya ,sehingga akhirnya setelah beberapa bulan saya bisa berdiskusi dengan klien seakan-akan saya sudah lama masuk ke industri IT.

3. Kalau tidak setuju, nyatakan.

Seperti dibahas di awal tulisan ini, jika atasan kita bukan orang Indonesia, ada kemungkinan besar ia lebih menghargai orang yang berbeda pendapat dibandingkan jika atasan anda adalah orang Indonesia. Saya tidak serta merta menyatakan bahwa semua atasan Indonesia tidak menyukai perbedaan pendapat tetapi pengalaman saya memiliki atasan eks BUMN adalah bahwa ia tidak suka jika saya tidak setuju dengan pendapatnya, apalagi jika ketidak setujuan itu saya sampaikan di muka umum.

Jangan lupa bahwa jika Anda tidak setuju dengan atasan anda, maka anda harus memiliki alas an yang logis. Yang paling tidak disukai oleh atasan, baik atasan Indonesia maupun atasan Asing, adalah jika anda tidak memiliki alasan yang jelas mengenai pendapat anda. Sekali lagi, jangan sekedar asal bunyi atau asbun, pastikan ada memiliki pendapat yang berbeda karena anda memiliki sebab-sebab yang jelas, logis dan relevan dengan pembicaraan yang sedang dibicarakan.

4. Hargai waktu, tepati janji anda.

Bangsa kita terkenal dengan sebutan bangsa jam karet. Nyaris tidak ada acara atau meeting yang start on time, apalagi finish on time. Hal ini sangat kontras dengan kebiasaan di Negara-negara lain. Seingat saya , bangsa yang memiliki kebiasaaan seperti kita tidak banyak, mungkin hanya bangsa-bangsa di Amerika Latin , Italia dan Spanyol.

Memang benar bahwa orang Asing yang sudah lama tinggal di Indonesia akan ‘menyesuaikan diri’ dengan situasi ini. Gunakan ini untuk membuat atasan Anda semakin respect pada anda. Bagaimana caranya ? Seperti dikemukakan di atas, kemungkinan besar ekspektasi atasan anda adalah bahwa anda pun tidak menghargai waktu, seperti kebanyakan staff Indonesia lainnya. Karena itu jika anda justru tepat waktu , selalu menyerahkan tugas pada saat yang di janjikan, maka atasan anda akan positively surprised sehingga ia akan lebih percaya pada anda dibanding kepada staff lainnya.

5. Hindari menanyakan hal-hal yang bersifat pribadi, kecuali kalau anda sudah mengenalnya sudah lama dan dengan baik.

Saya sering tertawa dalam hati jika ada kolega yang bertanya kepada atasan saya yang kebetulan orang Asing, pertanyaan pertanyaan yang sifatnya agak pribadi seperti : berapa anak anda; hobby anda apa; istri/suami anda dimana ; dan lain lain.

Biasanya raut muka atasan saya langsung berubah dari relax menjadi agak tegang atau agak formal. Bagi sebagian orang Asing, pertanyaan seperti di atas bukanlah pertanyaan yang diajukan pada pertemuan pertama. Kadang-kadang pertanyaan pertanyaan seperti ini lebih cocok ditanyakan di pertemuan pertemuan informal misalnya sambil minum bir atau sambil makan siang. Jadi hindari mengeluarkan pertanyaan pertanyaan seperti itu jika Anda baru kenal untuk pertama kalinya.

Yang lebih wajar biasanya adalah tunggu sehingga ia yang mulai bertanya kepada anda. Biasanya dia akan bertanya apakah anda sudah berkeluarga atau belum dan kemudian ia akan bertanya hal-hal yang lain.

Iwan Salim, seorang professional pada perusahaan minyak multinasional yang pernah beberapa kali bekerja di luar negeri pada beberapa negara.


All Rights Reserved. Copyright Iwan Salim 2005.

Human Resources Series #1 "After being the Top in HR : What Next ?"

oleh
Iwan Salim

Seorang kerabat dekat saya memiliki pengalaman kerja yang bagi saya cukup mengagumkan. Saat ini ia baru ditunjuk sebagai presiden direktur dari sebuah perusahaan nasional yang merupakan joint venture Asing dengan partner lokal yang bergerak di bidang penjualan, pemasaran dan distribusi consumer goods (FMCG) tertentu.

Jika anda baru kenal dengannya , anda akan mengira bahwa dia sudah bertahun-tahun bergerak di bidang Sales dan Marketing. Nyatanya, dalam dua puluh tahun karirnya sebagai professional, ia pernah menggapai posisi top manajemen puncak di bidang yang sangat berbeda: Ia adalah mantan Direktur Human Resources sebelum akhirnya ia memutuskan untuk pindah ke divisi penjualan pada sebuah perusahaan FMCG yang berkantor pusat di Amerika Serikat. Sebelum ia keluar menjadi presiden direktur, posisinya terakhir adalah sebagai Direktur Penjualan di perusahaan tersebut. Apa rahasianya, sehingga ia bisa sukses di HR dan juga sukses di Sales & Marketing ?

Di mata saya, sang kerabat saya ini merupakan seorang pribadi yang mengesankan. Saya ingin mengetahui bagaimana dan mengapa akhirnya ia mengambil keputusan untuk ‘keluar jalur’ dari Human Resources pindah menuju Sales & Marketing. Saya juga ‘penasaran’ bagaimana ia berjuang menggeluti Sales dan Marketing sampai akhirnya kembali mencapai posisi puncak sebagai Direktur Penjualan.

Baru-baru ini saya berkesempatan minum-minum kopi dengan dirinya di sebuah cafe dan saya berhasil menanyakan hal diatas kepada dirinya.
Di pertengahan tahun 1980an ia pulang dari Amerika Serikat dengan gelar MBA dari sebuah universitas ternama. Sewaktu di AS ia sempat bekerja di sebuah perusahaan minyak multinasional yang berkedudukan di Texas. Pulang dari AS ia langsung pindah ke perusahaan minyak lain karena ia ditawari posisi yang lebih senior , yaitu sebagai Head of Resourcing. Tapi di perusahaan minyak ini ia juga tidak ‘tahan’ lama. Setelah kurang lebih 5 tahun, ia merasa ‘mentok’. Ia mendiskusikan hal ini dengan atasannya.

Atasannya menawarkan posisi di kantor pusat di sebuah negara Eropa tapi peluang ini ditolaknya. Setelah menerima beberapa tawaran sebagai HR manager dari beberapa perusahaan baik lokal maupun multinasional, akhirnya ia memutuskan untuk keluar dari perusahaan minyak tersebut dan pindah ke sebuah perusahaan soft drink multinasional.

Di perusahaan ini ia mengulangi lagi reputasinya sebagai seorang professional yang ambisius, berintegritas tinggi, cerdas dan selalu berhasil melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik. Selain itu, ia pun dikenal populer di mata semua orang, baik atasan, kolega maupun bawahan. Ia dikenal sebagai seorang people person tetapi juga dikenal sebagai orang yang tegas dan berani mengambil keputusan-keputusan yang tidak populer, misalnya melakukan PHK terhadap temannya yang diketahui melakukan tindakan korupsi.

Pelan tapi pasti karirnya menanjak. Sebagai seorang HR Director, tugas pertama yang dilakukannya adalah mengunjungi operations perusahaan sehingga ia memahami seluk beluk perusahaan. Dengan mengetahui tantangan-tantangan perusahaan, maka ia akan dapat menentukan kontribusi HR dalam membantu sales dan marketing mencapai tujuan perusahaan.
Dalam kegiatan sehari-hari, hal ini dilakukannya dengan banyak mengajukan pertanyaan dalam rapat-rapat direksi, walaupun tidak ketika sedang membahas mengenai masalah human resources. Jika sedang membahas tentang bisnis maka ia biasanya akan bertanya detail tentang masalah tersebut dan mencari tahu 'angle' dari human resources. Misalnya apakah dengan memberikan training kepada staff yang bersangkutan, maka masalah yang terjadi dapat diselesaikan.

Dengan memulai dari business requirement maka ada beberapa keunggulan yang dapat dicapai. Yang paling utama adalah bahwa solusi yang akan disampaikan oleh HR pasti akan diterima /mendapat buy-in dari business managers. Selain itu, ia memiliki credibility karena para business managers akan menaruh respect orang yang memahami business mereka. Bagaimana ia melakukan hal ini ? Ia travelling 5 hari setiap minggu sepanjang tahun, ia kunjungi operations perusahaan di daerah. Bertemu dengan para GM, staff dan yang paling penting tentunya adalah bertemu dengan konsumen.

Dalam waktu kurang dari 3 tahun ia dipromosikan menjadi Direktur Human Resources di perusahaan tersebut. Rupanya setelah dalam posisi ini selama kurang lebih 2 tahun, ia kembali merasa bahwa ia telah mencapai situasi levelling out, dimana ia tidak dapat lagi mencapai posisi yang lebih tinggi.

Setelah melihat peluang-peluang yang ada, akhirnya ia mengajukan suatu usulan yang cukup radikal kepada manajemen. Ia mengusulkan untuk dipindahkan ke posisi senior di Sales & Marketing. Mula-mula usulan ini ditolak oleh manajemen. Manajemen menganggap ia lebih baik tetap pada posisinya dan ia ditawarkan untuk menjadi HR Director di negara lain, walaupun masih pada perusahaan yang sama.

Karena ia cukup keras kepala maka akhirnya manajemen setuju untuk memindahkannya dari posisinya yang lama sebagai HR Director. Sebagai bagian dari ‘keras kepalanya’ itu, ia bahkan sempat menantang manajemen. “Jika saya tidak bisa mencapai target penjualan, kan mudah saja. Silakan pecat saya, saya akan terima dengan fair dan no hard feelings”. Rupanya ia memang bukan tipe orang yang suka dengan kemapanan. Ia ingin selalu mencoba tantangan baru, mencari kondisi yang lebih baik dibanding dengan yang dihadapinya saat itu.

Tingginya kepercayaan manajemen atas dirinya membuat ia pertama tama dipindahkan sebagai GM Sales sebuah area yang relatif kecil namun tetap memiliki berbagai tantangan. Ia dipindahkan sebagai GM Sales lebih karena senioritas pangkatnya sebagai mantan anggota direksi dan bukan sebagai tanda kemahirannya dalam bidang yang baru ditekuninya ini.

Di posisi yang baru ini ia mengkombinasikan pendekatan human resources dengan pendekatan marketing dalam memajukan perusahaan. Mungkin di sinilah ia berbeda dengan rekan-rekannya GM yang lain. Kerabat saya ini menyadari bahwa semua permasalahan dalam organisasi, jika ditarik benang merahnya, maka akan bermuara pada Manusia. Sebaik apapun strategi atau sehebat apapun organisasi yang mengimplementasikan strategi tersebut, tetapi jika tidak didukung oleh staf yang memiliki motivasi yang tinggi, rasa ‘belonging’ kepada organisasi dan keinginan untuk selalu berbuat lebih baik setiap hari, maka mustahil organisasi tersebut akan semakin maju.

Dengan pendekatan ini, ia berhasil menuang sukses dengan peningkatan penjualan yang luar biasa. Untuk pertama kalinya dalam sejarah perusahaan, daerah operasi yang dipimpinnya berhasil memenangkan berbagai penghargaan prestasi penjualan. Tim manajemen yang dipimpinnya dikenal sebagai tim yang sangat solid dan kompak dan ia dikenal sebagai atasan yang disegani oleh bawahan dan juga oleh manajemen di kantor pusat.

Tidaklah mengherankan jika ia dianggap berhasil dalam tugasnya ini. Sebagai imbalannya maka manajemen kantor pusat memindahkannya ke daerah di Pulau Jawa yang lebih besar dan merupakan pasar ketiga terbesar setelah Jakarta. Lagi-lagi di penempatan yang baru ini ia mengkombinasikan pengalaman sales dan marketing nya yang semakin matang dengan pendekatan human resources yang sudah mendarah daging. Setelah menghabiskan waktu dua tahun maka akhirnya ia ditarik ke kantor pusat dan ‘kembali’ ke posisi dewan direksi, yaitu sebagai Direktur Penjualan Regional Luar Jawa. Setelah hanya satu tahun di posisi ini, ia kembali dipromosikan menjadi Direktur Penjualan Nasional. Dan itulah posisinya yang terakhir sebelum akhirnya ia memutuskan untuk keluar dari perusahaan itu dan menjadi presiden direktur di perusahaan nya yang sekarang.

Jadi, apakah ‘moral of the story’ dari paparan saya diatas ? Menurut saya, jika anda sekarang berkarir di HR, tidak berarti anda tidak bisa pindah ke bagian lain dengan hasil yang sama ataupun malah lebih baik. Mungkin saya harus lebih eksplisit lagi : Jika anda merasa sudah ‘mentok’ dalam posisi anda sekarang (dan tidak harus di HR) , mengapa anda tidak mempertimbangkan untuk ‘putar haluan’ sekaligus dan mencoba berkarir di fungsi lain. Kerabat saya bisa melakukannya, jadi andapun pasti bisa juga.
Selamat mencoba !


Iwan Salim, seorang professional pada perusahaan minyak multinasional yang pernah beberapa kali bekerja di luar negeri pada beberapa negara. Ia juga mahasiswa pada Program Pascasarjana Ilmu Manajemen, FEUI.



Hak Cipta pada Iwan Fuad Salim 2005. Dilarang menyalin, memperbanyak, menggandakan dalam bentuk apapun untuk maksud apapun tanpa izin tertulis dari Iwan Fuad Salim.


All Rights Reserved. Copyrights(c) 2005

Monday, July 04, 2005

Why do I have a Blog ?

There are a number of things which I want to share with other people and I thought that the easier way to reach more people is through creating a blog. Here are a number of things which I would like to share :

  • Iwan Salim's Human Resources Series
  • Iwan Salim's Fictional Works (a novellette based on Indonesian Politics is a work in progress)
  • My experience as a young-ish management consultant travelling around the world for 12 months, leaving a wife and a daughter at home, coming home once every 4 or 5 weeks.
  • Other works, which are yet to be confirmed

I hope you enjoy reading them as much I enjoy writing them.

Regards,

Iwan.

Welcome to the Iwan Fuad Salim Memorial Library

Hello and a warm welcome.
Thank you very much for visiting my Library.
I will be updating the Library frequently and look forward to further improvements as a result of feedback from visitors such as yourself.
Regards,
Iwan.